Jumat, 23 April 2010

Bahasa Sanskerta, Bahasanya para Dewa??


Bahasa Sansekerta: Bahasa Para Dewa? Today at 1:03pm Oleh Roy B.
Efferin*)

Ketika Big Bang atau Dentuman Besar terjadi pada awal terciptanya alam
semesta, sebenarnya tidak ada suara apa pun yang terdengar. Konon, yang
mendengar juga belum ada dan mediumnya pun juga tidak ada. Kata Big Bang
dimunculkan oleh Fred Hoyle pada tahun 1950 untuk menjelaskan
karakteristik alam semesta yang mulai berekspansi dengan cara seketika
seperti ledakan.

Gambaran awal alam semesta ini dilihat oleh teleskop gelombang mikro
milik NASA. Jika Big Bang memang terjadi, gelombang awal yang muncul
pada saat itu akan menjadi gelombang mikro pada saat sekarang. Teleskop
NASA menemukan gelombang mikro yang telah menempuh jarak selama hampir
14 milyar tahun cahaya. Gelombang ini muncul kira-kita 380.000 tahun
setelah Big Bang, kurang lebih bagaikan 12 jam setelah kelahiran seorang
bayi ke dunia.

Secara visual, hanya gelombang mikro yang terlihat melalui teleskop.
Tetapi, gelombang mikro ini memiliki suara. Suara yang pada mulanya
tidak terdengar, tetapi kemudian muncul dalam bentuk desisan, yang
semakin lama pitch atau tinggi-rendah nada desis tersebut akan semakin
menurun. Suara awal ini terdeteksi sebagai noise. Noise yang memenuhi
segala spektrum sehingga mampu menciptakan struktur penciptaan pada
seluruh skala dari bintang hingga galaksi. NewScientist.com
mempublikasikan artikel bahwa alam semesta lahir dengan desisan dan
bukan ledakan. Dalam salah satu link-nya, juga terdapat rekaman suara
awal (http://www.newscientist.com/ ).
Maka, pemahaman Injil Yohanes versi Internasional bahwa "In the
beginning was the Word", menjadi keliru. Bukan Word tetapi Sound,
suara. Suara yang tidak memiliki arti tertentu, tetapi esensial dalam
pembentukan alam semesta. Suara penciptaan awal alam semesta.

Para Resi jaman dahulu sudah mengetahui hal ini selama ribuan tahun.
Mereka melakukan percobaan dengan elemen-elemen alam, kemudian hasil
percobaan itu mereka tuliskan menjadi Veda atau Kitab Pengetahuan.
Menurut Veda, suara awal penciptaan adalah AUM (OM).

Dalam peradaban Sindhu (Hindu) dijelaskan bahwa awal Penciptaan bermula
dari Suara Awal AUM. AUM tidak hanya mengacu pada penciptaan, tetapi
juga menjadi motor penggerak seluruh alam semesta. A adalah simbol
Penciptaan Materi. U adalah simbol Pemeliharaan Energi. M adalah simbol
Pendaur-ulang.

AUM ini kemudian menjadi mantra suci kebudayaan Hindu. Kata Mantra
berasal dari bahasa Sansekerta Manas dan Yantra. Manas artinya, pikiran.
Yantra artinya, alat. Mantra, tidak seperti yang dikenal orang sebagai
jampi-jampi, mempunyai arti "alat untuk menenangkan pikiran".
Kata-kata apa pun yang bisa menenangkan pikiran manusia dapat
dikategorikan sebagai Mantra. Mantra yang diucapkan berulang-ulang dalam
Islam disebut Dzikir. Salah satu Dzikir yang paling umum adalah La Ila
Ha Ila Allah yang artinya, tidak ada Tuhan selain Allah, atau tidak
kebenaran apa pun di luar Tuhan. A-U-M sendiri dalam bahasa Arab menjadi
Alif, Lam, Min. Di dalam bahasa Yahudi, Tuhan atau Kebenaran itu sendiri
tidak memiliki nama. Tetapi, jika tetap harus diungkapkan, maka ungkapan
yang tepat tentang Tuhan atau Kebenaran hanyalah suara yang diucapkan
dalam bentuk gabungan huruf Y-H-V.

Dalam tradisi Kristen, menurut Jnaneshvara Bharati, salah satu mantra
yang bisa dipakai adalah Maranatha. Kata Maranatha disebut dalam surat
St. Paulus kepada umatnya di Korintus dan juga muncul di Kitab Wahyu
Injil. Maranatha berasal dari bahasa Aram (bahasa pergaulan bangsa
Yahudi pada masa Yesus) yang mempunyai dua arti sebagai berikut:
• mara – natha yang artinya "Tuhan datanglah";
• maran – atha yang artinya "Tuhan telah datang".

Dalam cerita Hindu, ketika Ia Yang Tak Bernama, tetapi memiliki tak
terbatas Nama, sedang dalam tidur panjang, suara AUM yang berasal dari
dalam diri-Nya sendiri yang telah membangunkan-Nya. AUM menyebabkan
diri-Nya sadar akan Keberadaan-Nya sendiri. Pada saat ini, Ia pun berada
dalam keadaan Turiya, keadaan keempat yang tak terjelaskan.

AUM ini yang menyebabkan seluruh alam semesta tercipta dan mulai
berekspansi. Mantra AUM dianggap sebagai mantra yang tertinggi dan
disebut sebagai Pranava, awal. Bahkan dalam salah satu Upanishad
(pelajaran dan pengamalan kebenaran), yaitu Mandukya Upanishad,
berbunyi: "AUM – kata ini adalah segalanya: masa lalu, masa
kini, masa depan, bahkan melampaui waktu. Semuanya adalah AUM".

Mandukya (dalam bahasa sansekerta berarti katak) Upanishad adalah hasil
pengalaman seorang Resi yang belajar tentang rahasia Keberadaan-Nya dari
seekor katak. Mandukya Upanishad ini sudah berusia ribuan tahun. Seekor
katak mempunyai kemampuan lebih dibanding binatang lain, karena ia bisa
hidup dalam dua dunia, yaitu air dan darat. Ia dengan mudah dapat
berpindah antara kedua dunia tersebut. Kedua dunia ini oleh sang Resi
tersebut sebagai lambang dari dunia materi dan dunia spiritual.

Masih di dalam Mandukya Upanishad disebutkan pula bahwa alam semesta ini
terdiri atas empat keadaan:
1. Keadaan jaga atau Jagarita: keadaan ketika seseorang bangun tidur dan
melakukan kegiatan sehari-hari. Ini adalah kesadaran materi,
Vaishvaanara. Pada keadaan ini manusia menggunakan panca indera dan
fisiknya untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya. Keadaan jaga adalah
setara dengan suara dari huruf "A" pada AUM.
2. Keadaan tidur dengan mimpi atau Svapna: keadaan ketika seseorang
sedang bermimpi dalam tidur. Di sini kesadaran yang berkuasa adalah
energi, tajas. Energi memiliki massa, tetapi tidak memiliki bobot
sehingga dapat dengan mudah berubah bentuk. Dalam mimpi seseorang bisa
mengalami apa pun yang ketika jaga tidak mungkin terjadi. Bahkan
seseorang bisa menciptakan apa pun secara instan dalam dunia mimpinya
itu. Pikiran, dalam hal ini alam bawah sadar, menjadi penguasa dari alam
mimpi ini. Keadaan bermimpi adalah setara dengan suara dari huruf
"U" pada AUM.
3. Keadaan tidur tanpa mimpi atau deep sleep (Susupti): keadaan ketika
seseorang tidur lelap tanpa mimpi sedikit pun. Pada saat itu yang
terjadi adalah kekosongan. Ketika kesadaran materi dan energi hilang,
pada saat itulah kesadaran atau prajna ini muncul. Kesadaran atau prajna
adalah sebab dari keadaan jaga dan tidur bermimpi. Kedua keadaan pertama
ada karena keadaan deep sleep ini. Keadaan tidur tanpa mimpi adalah
setara dengan suara dari huru "M" pada AUM.
4. Keadaan Turiya: keadaan yang tidak terjelaskan. Keadaan yang
melampaui semuanya, melampaui baik-buruk, melampui ilusi-realita,
melampaui krodh (amarah), melampaui kaam (nafsu), melampaui lobh
(keserakahan), dan melampaui moh (keinginan duniawi).
Resi jaman dahulu bukan saja ilmuwan praktis, tetapi juga seorang
psikolog ulung.

Ketiga keadaan pertama di atas dalam psikologi sekarang dikenal sebagai:
Kesadaran jaga (consciousness); kesadaran alam bawah sadar (sub
consciousness); kesadaran supra (super consciousness). Sementara keadaan
keempat, kesadaran no-mind yang melampaui ketiga kesadaran sebelumnya
tidaklah dikenal oleh pemikiran Barat, tetapi sudah dikenal dalam
peradaban Timur. Keadaan keempat inilah yang disebut Pencerahan Buddha
atau Kesadaran Kristus.

Hansberger, seorang ilmuwan Jerman setelah Perang Dunia Pertama,
menemukan bahwa kesadaran mempunyai kaitan erat dengan frekuensi
gelombang otak. Gelombang otak adalah frekuensi pancaran otak yang
direkam dengan electroencephalogram (EEG). Gelombang Beta mempunyai
frekuensi 14 sampai 28 siklus per detik. Ini adalah kesadaran jaga kita.
Ketika kita sedang tegang, kuatir, atau sibuk dengan kegiatan yang
menguras otak, maka Gelombang Beta yang mendominasi otak kita.

Gelombang berikutnya adalah Gelombang Alpha dengan panjang gelombang 8
sampai 13 siklus per detik. Pada gelombang ini seseorang masih berada
dalam kesadaran jaga, tetapi dalam kondisi yang rileks, kreatif, bebas
dari kekhawatiran – atau sering disebut sebagai kondisi meditatif
ringan. Pada kondisi ini seseorang belum sampai pada keadaan tidur,
namun pikirannya sudah tidak lagi aktif. Kondisi ini adalah kondisi
netral di mana panca indera bekerja maksimal sehingga seseorang akan
menjadi sangat "awas".

Banyak latihan-latihan beladiri yang memiliki unsur meditasinya
bertujuan agar orang tersebut mencapai Gelombang Alpha sehingga tubuh
dapat merespons dengan cepat. Contoh: Tai Chi, Aikido, dan Ba Gua Chuan
sering disebut moving zen, karena beberapa latihan-latihannya
menginduksi gelombang otak untuk mencapai Gelombang Alpha. Respons tubuh
dengan cara ini berbeda dibanding ketika hormon adrenalin seseorang
bekerja. Seseorang yang hormon adrenalinnya sedang bekerja, maka
tubuhnya juga akan merespons dengan cepat, tetapi pada saat itu hanya
kesadaran binatang (insting) yang terletak di batang otak yang aktif.
Kedua gelombang Beta dan Alpha adalah keadaan jagarita.

Gelombang yang sedikit lebih panjang lagi adalah Gelombang Theta yang
mempunyai frekuensi dengan siklus 4-7 kali per detik. Inilah keadaan
Svapna. Umumnya kondisi jaga anak-anak berada pada frekuensi ini,
sementara orang-orang dewasa jarang yang berfrekuensi Theta pada kondisi
jaga. Pada orang-orang dewasa, kondisi ini sering muncul menjelang tidur
dan ketika sedang mengalami mimpi sehingga berhubungan langsung dengan
alam bawah sadar orang tersebut. Seseorang yang sedang dalam kondisi
meditatif secara mendalam, kreatifitas yang tinggi, dan reseptif
terhadap hal-hal paranormal sebenarnya juga sedang mengalami Gelombang
Theta. Tidak heran bila kita sering kali tidak bisa membedakan dengan
tepat keadaan seseorang yang sedang bermimpi dengan seseorang yang
sedang berhalusinasi. Pada saat bermimpi, seseorang mengalami REM (Rapid
Eye Movement) atau mata bergerak dengan cepat.

Seseorang yang mengalami sleepwalking atau berjalan sambil tidur,
gelombang otaknya pun juga berada pada tingkat ini. Tetapi, ketika
bangun ia tidak ingat sama sekali apa yang telah dilakukannya, karena ia
sebenarnya berada dalam alam mimpi. Seseorang yang berada dalam alam
mimpi, umumnya ketika bangun tidur tidak ingat mimpi apa yang
dialaminya.

Gelombang keempat adalah Gelombang Delta yang mempunyai frekuensi dengan
siklus 1 - 3 per detik. Gelombang ini muncul pada saat seseorang berada
dalam kondisi tidur tanpa mimpi (deep sleep) atau meditasi yang sangat
dalam. Inilah keadaan susupti ketika Prajna memegang kendali.

Sampai saat ini, ilmuwan masih dapat memetakan hingga deep sleep.
Tetapi, ribuan tahun yang lalu para Resi sudah mengenal hingga tahap
berikutnya yang disebut Turiya. Pada saat itu, seseorang akan mempunyai
gelombang otak 0 siklus per detik. Akan sangat lama bagi para ilmuwan
masa kini untuk membuktikan frekuensi 0 siklus per detik. Mereka akan
menganggap seseorang yang berada pada kondisi itu telah mati secara
klinis. Tapi, bagi para Resi, seseorang yang mati secara klinis belumlah
mencapai kondisi Turiya. Bagaikan transmiter rusak, otak tidak
memancarkan frekuensi apa pun karena otak sudah tidak berfungsi. Tapi,
di lain pihak, penelitian pernah membuktikan bahwa seorang Yogi dapat
menurunkan frekuensi otaknya hingga hampir 0 siklus per detik. Setiap
beberapa menit atau jam, otak yang kelihatannya datar mengalami spike
atau lonjakan. Frekuensinya menjadi satu dibagi beberapa ratus siklus
per detik, tetapi tetap belum mencapai 0.

Gelombang otak manusia hanyalah medium. Apa yang dipancarkan bersama
gelombang otak tersebut bisa berlainan. Jika tiga orang yang sedang
tidur bermimpi dan ketiganya berada pada gelombang yang sama, maka tidak
berarti ketiga orang tersebut bermimpi hal yang sama, meskipun
kadang-kadang hal tersebut bisa terjadi. Seperti modem internet pada
komputer yang menggunakan kabel telpon untuk mengirimkan sinyal-sinyal
berupa data-data komputer. Data-data yang dikirim melalui sinyal-sinyal
pada kabel telepen itu sesungguhnya dikonversikan ke dalam bentuk suara.
Demikian juga pikiran manusia menggunakan medium gelombang otak hingga
mampu dialami oleh seluruh bagian tubuh.

Pada saat seseorang sedang tertidur dan mengalami mimpi buruk, dia akan
terbangun sambil berkeringat dingin serta jantung berdebar-debar. Apa
yang hanya dialami dalam alam mimpi (kesadaran kedua), secara fisik
dirasakan oleh tubuh dalam kesadaran jaga. Jadi, batas antara keempat
keadaan tersebut tidak sejelas yang dikira.

Dalam alam mimpi seseorang hampir tidak bisa "berpikir". Bahkan
untuk menyadari bahwa dirinya sedang bermimpi pun tidak bisa. Ketika ia
menyadari dirinya sedang bermimpi, maka sebetulnya saat itu ia sedang
tidak bermimpi. Svami Anand Krishna dalam ceramahnya pernah meyinggung
bahwa pernyataan "Saya sedang tidur" tidak mungkin terjadi.
Meskipun secara tata bahasa adalah benar, tetapi jika seseorang sedang
tidur, maka ia tidak akan tahu dirinya sedang tidur. Pengetahuan bahwa
dirinya tidur baru bisa disadari ketika orang tersebut sudah keluar dari
tidurnya.

Kembali kepada soal vibrasi materi atau energi. Fisika Modern telah
membuktikan bahwa seluruh alam semesta ini sedang bervibrasi. Alam
semesta mempunyai getaran yang saling tumpang tindih dengan rentang
frekuensi yang tidak terbayangkan. Karena semua adalah vibrasi dengan
frekuensi tertentu, maka manipulasi elemen atau materi di alam semesta
ini pun bisa dilakukan dengan frekuensi tertentu pula. Salah satu metode
yang digunakan oleh para Resi adalah menggunakan simbol-simbol.
Simbol-simbol dengan kombinasi tertentu dapat menciptakan hasil yang
spesifik. Simbol-simbol ini kemudian dikumpulkan dan sekarang dikenal
sebagai "Bahasa Sansekerta", yang artinya "telah
disempurnakan".

Bahasa Sansekerta adalah bahasa teknik karena dirancang khusus untuk
keperluan tertentu. Bahasa Sansekerta bukanlah bahasa percakapan
sehari-hari. Bahkan menurut penelitian ilmuwan NASA, Badan Penerbangan
Angkasa Amerika Serikat, Bahasa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa
yang bisa diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa pemrograman
komputer.

Sementara bahasa-bahasa lain membutuhkan parser (untuk memisahkan
sintaksis) agar dapat dimengerti komputer dan membutuhkan karakter
alfanumerik (angka dan tanda baca), Bahasa Sansekerta mampu melakukannya
dengan jelas tanpa keduanya. Tidak heran selama ribuan tahun Bahasa
Sansekerta dipakai sebagai bahasa tulisan dalam berbagai bidang profesi,
seperti matematika, hukum, filsafat, linguistik, astronomi, kedokteran,
sastra dan lain sebagainya.

Kembali kepada AUM, setiap pengucapan A-U-M dengan intonasi dan nada
tertentu akan menghasilkan efek tertentu. Distorsi pada suara awal AUM
menciptakan perbedaan frekuensi yang disebut Dvhani atau pola frekuensi.
Perbedaan pola ini disebut Varna yang kemudian menjadi suku kata
Sansekerta. Kata "warna" dalam bahasa Indonesia juga berasal
dari Varna dari Bahasa Sansekerta, yang sebetulnya merujuk pada rentang
frekuensi yang beraneka ragam. Setiap warna memiliki rentang frekuensi
sendiri.

Dalam dunia medis saat ini terapi warna sudah mulai diterima sebagai
terapi komplementer. Prinsip dasar dari terapi warna adalah agar setiap
organ atau anggota tubuh bekerja pada rentang frekuensi tertentu. Jika
organ tersebut frekuensi kerjanya berubah, organ tersebut akan mengalami
gangguan fungsi.

Dalam terapi warna, setiap warna akan memberikan respons yang berbeda ke
syaraf-syaraf otak dan dari otak diteruskan ke organ-organ tertentu yang
juga beroperasi pada rentang frekuensi tertentu. Sebagai contoh,
seseorang yang mengalami gangguan pada ginjal dapat terbantu proses
pemulihannya jika ia melihat warna oranye. Warna ini akan merangsang
syaraf-syaraf di otak dan mengaktifkan hormon tertentu. Selain itu
impuls-impuls tersebut akan diteruskan ke ginjal dan membuat ginjal
kembali bekerja pada rentang frekuensinya sendiri.

Bahasa Sansekerta sendiri dianggap sebagai bahasa tertua dan
terstruktur, karena sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan aksara
pembentuknya berasal dari perbedaan frekuensi. Contohnya adalah sebagai
berikut. "Aa" adalah aksara pertama dan "Ha" adalah aksara
terakhir.Ketika dua aksara tersebut digabung, maka hasilnya adalah
"Aham" yang artinya adalah Aku.

Dalam bahasa Yunani, awal adalah alpha dan akhir adalah omega. Tradisi
Kristen mengatakan bahwa Tuhan adalah awal dan akhir. Alpha dan Omega.
Di tengahnya inilah manusia. Bandingkan dengan bahasa Sansekerta yang
juga mengatakan bahwa di antara Awal dan Akhir itulah "Sang Aku"
(Tuhan) berada.

Contoh lain dari struktur kata pada Bahasa Sansekerta: Padartha yang
artinya adalah Materi, terdiri atas dua kata, Pada artinya Kata atau
Suara, serta Artha bermakna tujuan atau arti. Suara + Arti = Materi.
Dalam bahasa Fisika Kuantum, bisa diartikan sebagai: vibrasi suara yang
diucapkan dengan tujuan tertentu akan membentuk materi. Dan memang
materi inilah yang akan mencul. Setiap vibrasi adalah energi. Setiap
tujuan atau niat juga memiliki massa. Maka, yang terjadi adalah materi
yang memiliki energi dan massa.

Dalam keadaan jaga, materi yang tercipta tidak akan terlihat. Tetapi,
setiap energi tidak pernah musnah. Apa pun yang pernah ada, akan tetap
ada dan hanya berubah bentuk. Bentuk dan komposisi bisa berubah-ubah
meski substansinya tidak.

Dalam keadaan tidur bermimpi, energi (tajas) adalah dominannya. Pada
saat itu, pengertian Padartha akan lebih mudah dimengerti. Suara apa pun
yang muncul ditambah dengan niat tertentu akan menciptakan wujud
tertentu pula secara seketika. Setiap orang pasti mengalami hal ini
ketika ia sedang bermimpi.

Satu-satunya perbedaan antara orang awam dan para Resi adalah Resi sadar
bahwa mereka sedang berada di alam mimpi. Tidak ada mimpi yang
sedemikian buruk atau sedemikian nikmat yang dapat mempengaruhi tubuh
jaga seorang Resi. Karena mereka menyadari bahwa mimpi ini pun adalah
proyeksi pikiran mereka sendiri. Maka dengan sangat mudah para Resi akan
dapat menghentikan atau mengubah mimpinya dengan seketika.

Sementara itu, orang awam baru menyadari bahwa mereka sedang bermimpi
hanya ketika sudah bangun dari tidurnya. Orang awam akan terbawa oleh
mimpinya dan jika mimpinya sangat intens, efek pada tubuh jaga akan
terasa besar juga. Tubuh sedang beristirahat, jantung sedang berirama
dengan normal, tetapi jika seseorang bermimpi buruk – meskipun
mereka tidak ingat dengan mimpinya ketika bangun – maka jantungnya
akan berdebar sedemikian kencang seperti mau meledak, napas
tersengal-sengal, dan dada terasa sesak. Penelitian membuktikan bahwa
serangan jantung paling sering terjadi di pagi hari. Jika terasa tidak
masuk akal, ingatlah bahwa Fisika Modern memang sering "tidak masuk
akal", tetapi bisa dibuktikan.

Bahasa Sansekerta diperkirakan telah berusia minimal antara 4000-7000
tahun dan menjadi dasar dari banyak bahasa-bahasa klasik di Eropa
seperti Yunani, Latin dan Romawi. Tidak mengherankan jika Bahasa
Sansekerta digunakan dalam kitab Veda (Pengetahuan) yang sering dianggap
sebagai kitab suci dari peradaban Hindu.

Aksara-aksara yang digunakan dalam Bahasa Sansekerta disebut Devnagari
(bahasa atau tulisan para Dewa). Dewa atau Malaikat, sesungguhnya,
adalah elemen-elemen dasar pembentuk materi. Melalui Bahasa Sansekerta,
seseorang dapat berinteraksi langsung dengan elemen-elemen alam. Karena
seluruh aksara berasal dari variasi frekuensi, maka mantra-mantra
Sansekerta yang disuarakan dengan benar akan menciptakan vibrasi
tertentu dan mempengaruhi semua tingkat fisik, emosi, mental, energi,
dan spiritual. Bahkan, menilik teori Fisika Modern di atas, vibrasi
tertentu akan dapat menciptakan materi, meski untuk mewujudkannya
dibutuhkan energi yang luar biasa besar.

Bahasa Sansekerta sendiri mengalami beberapa kali perubahan tata bahasa.
Tata bahasa disebut sebagai vyakarana, yang arti harafiahnya
"analisa yang dibedakan". Tata bahasa terakhir Sansekerta dibuat
oleh Panini pada 1300 SM (ada yang menyebut 500 SM) yang menjadi tata
bahasa terpendek, tetapi terlengkap di seluruh dunia. Panini menyebut
tata bahasa ini sebagai Ashtadhyayi. Dalam 4000 ayat-ayat pendeknya,
beliau menunjukkan bagaimana kerja Bahasa Sansekerta dan kombinasi yang
bisa muncul baik arti maupun efeknya secara filosofis.

Ilmuwan NASA telah membuktikan bahwa Sansekerta adalah satu-satunya
bahasa yang dapat mengekspresikan setiap kondisi yang ada di alam
semesta dengan jelas. Dengan struktur bahasa yang sempurna, Bahasa
Sansekerta dapat dan telah digunakan sebagai Bahasa Kecerdasan Buatan,
Artificial Intelligence.

Rigg Briggs, seorang peneliti NASA, menjelaskan bahwa struktur Panini
bisa digunakan untuk menciptakan bahasa tingkat tinggi yang efisien dan
sistematis tanpa perlu menggunakan karakter alfanumerik yang sekarang
dipakai dalam semua bahasa tingkat tinggi komputer. Bahasa tingkat
tinggi artinya, bahasa yang menyerupai bahasa manusia dan merupakan
jembatan instruksi manusia dengan mesin (komputer). Bahasa tingkat
tinggi ini berkebalikan dengan bahasa mesin (bahasa tingkat rendah) pada
komputer yang terdiri atas kombinasi biner: 0 dan 1 (open and close
positions).

Penelitian-penelitian tentang bagaimana aturan-aturan Panini dapat
diterapkan dalam software sedang dilakukan di banyak tempat seperti
Akademi Penelitian Sansekerta dan Siddhaganga Mutt di Karnataka. Bahkan
dalam linguistik, aturan ini pun dapat diterapkan karena aturan Panini
juga melingkupi aktivitas otak dan cara kerja suara manusia. Contoh,
lebih mudah mengatakan jagat + naatha sebagai jagannaatha (dalam Bahasa
Sansekerta) atau abd-ul + rahman sebagai abd-ur-rahman (dari Bahasa
Semit) – keduanya mengikuti aturan fonetik Panini. Hal ini juga
berarti bahwa bahasa Semit pun berasal dari Sansekerta. Diperkirakan
sebagian besar bahasa-bahasa kuno di bumi seperti bahasa Persia, Yunani,
Teutonic, dan Celtic berasal dari Sansekerta.

Setiap mekanisme tata bahasa dalam Bahasa Sansekerta sudah
disempurnakan. Setiap penjelasan tentang kondisi emosi serta berbagai
kondisi lainnya sudah baku dan tidak mengalami perubahan selama ribuan
tahun. Bahasa Sansekerta tidak mengalami penambahan kata baru karena
semuanya sudah ada, termasuk materi apa pun di muka bumi sudah ada
istilahnya. Jika para Resi sudah mengetahui tentang sistem ucapan
manusia yang canggih ini pada ribuan tahun yang lalu, maka para ilmuwan
Barat baru menyadarinya pada abad ini.

Tetapi, bahasa peninggalan dari Sindhu tidak saja muncul di India dan
melebar ke Eropa. Di Indonesia peradaban yang mirip sudah ada sejak
ribuan tahun yang lalu. Bahasa Indonesia akarnya berasal dari Melayu dan
bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Tetapi, bahasa-bahasa daerah di
Indonesia banyak yang berasal dari bahasa Sansekerta. Contoh, varna di
Indonesia dikenal sebagai warna; Bhumi menjadi bumi; dev menjadi
dewa/dewi; jiiva menjadi jiwa, dan lain sebagainya.

Bahasa Daerah Jawa tidak menggunakan huruf alfabet a-z, tetapi
menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka yang masing-masing mempunyai arti
filsafatnya. Bahasa Jawa dan Bali menggunakan aksara yang sama meskipun
dengan pengucapan yang berbeda. Aksara-aksara ini mempunyai kemiripan
dengan aksara-aksara bahasa Telugu yang digunakan di India Selatan.

Hal-hal seperti ini menunjukkan ketinggian suatu budaya di mana suatu
kata tidak terbentuk oleh sekedar alfabet, tetapi aksara dengan lafal
yang berirama, mempunyai vibrasi, dan arti tertentu. Satu pepatah bahasa
Jawa yang menggambarkan keadaan ini berbunyi: "Basa iku busananing
Bangsa", yang artinya budi pekerti seseorang atau suatu bangsa akan
terlihat melalui bahasa yang dituturkannya

Bandingkan dengan alfabet Romawi yang kita pakai sekarang (huruf a
sampai z) di mana lafal serta penggunaannya tidak konsisten. Sayangnya,
kedalaman budaya lokal Indonesia telah dianggap kadaluarsa oleh sebagian
orang-orang Indonesia padahal dunia Barat justru mulai melakukan
penelitian mendalam terhadapnya.

*) Tulisan ini diambil dari buku berjudul "Sains dan
Spiritualitas", terbitan PT One Earth Media, 2006, karya Roy B.
Efferin -- seorang yang menekuni dunia Sains, Spiritualitas, dan Aikido.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar