Jumat, 23 April 2010

Missing Years of Jesus

Sumber: Stevent Knap
Karya : Suryanto, M.pd (dengan sedikit editing dari saya) dan pernah
dimuat dalam newsletter narayana smrti


Pernahkah Anda mendengar istilah "Missing Years" dalam teologi
kekristenan? Mungkin belum! Bahkan, pengalaman saya, para bruder dan
suster pun ada yang belum mengetahuinya. Apalagi umat awam, barangkali
secara sengaja tidak diinformasikan mengenai hal itu.


Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan "missing years" itu? Ya, itu
memang terminologi dalam bahasa Inggris yang berarti "tahun-tahun yang
hilang". Tahun-tahun yang masih menyisakan teka-teki besar bagi
sebagian umat Katholik dan Kristen yang kritis. Mengapa demikian?

Orang yang mempelajari Injil dengan seksama, pasti akan dapat
mengetahui riwayat hidup Yesus Kristus. Mereka tahu : kapan, dimana,
dan bagaimana kisah kelahiran Yesus. Para pembaca Injil juga tahu,
bagaimana dan pada usia berapa Yesus meninggal di salib, lalu
"bangkit" kembali. Namun kalau mereka jeli, mereka juga akan
mendapatkan fakta berikut ini. Bahwa Injil menceritakan kelahiran dan
kegiatan Yesus sampai dengan Yesus berusia 12 tahun. Bahwa Yesus
terlahirkan oleh Bunda Maria, bahwa Yesus secara ajaib menyelamatkan
orang-orang yang percaya pada-Nya.

Setelah itu, tiba-tiba Injil menceritakan kembali kehidupan Yesus pada
waktu Beliau sudah berusia 30 tahun. Saat itu, Yesus menerima baptis
dari Yohanes Pembaptis di sungai Jordan. Sejak itu Injil kembali
menceritakan secara runtut kehidupan Yesus. Kegiatan Beliau
mengajarkan, menyembuhkan orang-orang sakit, berkhotbah di atas bukit,
sampai dengan Yesus di salib. Juga masih dilengkapi dengan kesaksian
para murid yang bertemu kembali dengan Yesus, setelah Yesus meninggal
disalib, tetapi secara ajaib "bangkit" kembali.

Dengan demikian, terdapat 18 tahun "missing years". Tidak ada sepatah
katapun dalam Injil yang bercerita apa yang terjadi pada diri Yesus
sejak berusia 13 tahun hingga akhirnya tiba-tiba berada di Sungai
Jordan. Inilah yang disebut sebagai "tahun-tahun" yang hilang. Tentu
kita akan bertanya-tanya, mengapa hal itu terjadi? Apa yang
sesungguhnya di alami oleh Yesus?

Saya pernah mencoba mempertanyakan hal ini kepada beberapa orang
Katholik dan Kristen. Anehnya, banyak di antara mereka yang bahkan
"baru dengar" istilah itu, justru setelah saya mempertanyakannya. Ada
juga yang mengetahui hal itu, lalu mencoba menjelaskan sebagai
berikut.

"Mas, Injil itu berisi pengkabaran tentang kasih Allah, bukan biografi
hidup Yesus. Jadi, yang diuraikan di dalamnya adalah ajaran-ajaran
keselamatan, bukan kronologi hidup Yesus. Hanya kejadian-kejadian
ajaib yang dilakukan oleh Yesus saja yang dicatat dan dilukiskan dalam
Injil. Itu yang lebih penting. Jangan menuntut bahwa seluruh kehidupan
Yesus harus tercatat di dalam Injil. Bukan itu tujuan Injil." jawab
seorang pria, yang kebetulan adalah seorang bruder yang sedang
mendapat tugas belajar. Ia tampak yakin dan percaya diri menyampaikan
jawaban itu, sambil jujur mengatakan bahwa penjelasan itu dia peroleh
dari salah seorang pastornya di gereja.

Sekilas, jawaban itu memang mengena. Tapi, saya sampaikan lagi
pertanyaan kritis :

"Oke, Mas. Trimakasih jawabannya. Tapi, cobalah renungkan. Apakah
benar, Yesus yang kelahirannya saja ajaib (terlahir dari seorang
perawan), sampai usia 12 tahun juga masih melakukan
keajaiban-keajaiban, eh…selama 18 tahun berikutnya sama sekali tidak
lagi melakukannya? Masak sih…keajaiban itu terhenti selama 18 tahun?
Kenapa, apa alasannya? Bukankah setelah itu, Yesus kembali melakukan
hal-hal ajaib sampai puncaknya 'bangkit' kembali dari kematiannya di
tiang salib??" Mahasiswa itu terdiam, merasakan adanya kebenaran dalam
pertanyaan saya.

Coba bandingkan, lanjut saya, dengan Hadist dalam Islam, yang berisi
uraian sangat detil tentang pemikiran, ucapan, dan perilaku Nabi
Muhammad. Bagi seorang tokoh pilihan Tuhan (nabi) sekaliber Yesus,
tidakkah 18 tahun merupakan selang waktu yang terlalu panjang untuk
tidak berbuat sesuatu apapun yang pantas untuk dicatat dalam Injil?

Karena semuanya terdiam mendengar pertanyaan saya, akhirnya dengan
berat hati saya bertanya lagi : "Pernahkah Anda dengar bahwa
sebenarnya Yesus pergi ke India belajar bhakti yoga??"


YESUS KE INDIA??



Kontroversi tentang "missing years" Yesus bukanlah hal yang baru.
Sejak tahun 1890-an hingga saat ini, telah banyak buku yang terbit
membahas apa yang sesungguhnya dilakukan oleh Yesus selama 18 tahun
yang tidak diceritakan dalam Injil tersebut. Ada sarjana yang
mengkajinya dari sisi teologi, ada pula yang murni membahasnya
berdasarkan temuan-temuan arkeologi. Misteri tentang kehidupan Yesus
tersebut mulai mencuat ketika pada tahun 1870-an, seorang wartawan
Rusia bernama Nicolas Notovitch melakukan perjalanan wisata ke
negara-negara Asia Selatan. Akhirnya pada tahun 1887 Notovich tiba di
India. Ketika mengunjungi sebuah wilayah bernama Leh, di dekat sungai
Wakha, ia memutuskan untuk mengunjungi dua vihara Budha yang ada di
daerah itu. Di vihara itu, Notovitch bertemu dengan seorang Lama yang
berkata kepadanya bahwa : "We also respect the one whom you recognize
as Son of the one God. The spirit of Buddha was indeed incarnate in
the sacred person of Issa [Jesus], who without aid of fire or sword,
spread knowledge of our great and true religion throughout the world.
Issa is a great prophet, one of the first after twenty-two Buddhas.
His name and acts are recorded in our writings." Terjemahan:

"Kami juga menaruh hormat kepada Beliau yang Anda kenal sebagai Putra
Tuhan. Jiwa Budha sugguh-sungguh menjelma dalam diri orang suci Issa
(Yesus) yang tanpa bantuan api ataupun pedang, menyebarluaskan agama
kami yang agung dan sejati ke seluruh dunia. Issa adalah seorang nabi
besar, merupakan yang pertama setelah dua puluh dua Budha. Nama dan
perilaku Beliau tercatat dalam tulisan-tulisan kami".

Mendengar hal itu, Notovitch sangat terkejut. Bagaimana mungkin Lama
ini menyebut tentang seorang suci bernama Issa, yang dikenal sebagai
Yesus oleh orang-orang Kristen? Akhirnya, Notovitch diberitahu bahwa
ada sebuah dokumen kuno berbahasa Pali yang menceritakan kisah Yesus
selama di India yang tersimpan di salah satu vihara Hemis di Lhasa,
Tibet. Ketika sedang mengendarai kuda menuju vihara tersebut,
Notovitch mengalami kecelakaan dari atas punggung kudanya hingga patah
kaki. Ia mendapat perawatan dari para Lama di vihara Hemis itu selama
beberapa waktu. Akhirnya para Lama di sana bersedia menunjukkan
dokumen yang dimaksud. Dengan bantuan seorang penterjemah, Notovitch
berhasil mengcopy naskah itu, dan membawanya ke Rusia.

Notovich kemudian berusaha menunjukkan temuannya kepada beberapa
cardinal, yang sudah barang tentu menolak untuk menerbitkan dan
menyebarluaskan hal yang menghebohkan itu.

Notovich kemudian menerbitkan sendiri sebuah buku yang berjudul The
Unknown Life of Jesus Christ", yang berisi uraian lengkap tentang apa
yang dilakukan oleh Yesus selama berada di India. Dalam naskah itu
disebutkan bagaimana Yesus muda meninggalkan rumah orang tuanya secara
diam-diam di Yerusalem, lalu menuju daerah Sindh. Di sana, ia belajar
pengetahuan spiritual dari seorang guru lalu saat berumur 14 tahun, ia
menyeberang ke India.

Bila kita cermati ajaran-ajaran Yesus, dan kita bandingkan dengan
ajaran-ajaran Hindu, khususnya ajaran Waisnawa dengan penekanan pada
aspek Bhakti Yoga, akan dapat kita temukan persamaan-persamaannya.
Misalnya, dalam salah satu dari Sepuluh Perintah, Yesus mengajarkan
agar seseorang mencintai Tuhan dengan segenap hati dan jiwanya,
melebihi cinta terhadap segala sesuatu. Ajaran bhakti yoga juga
menekankan cinta bhakti sebagai jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Persamaan ini dapat kita pahami, mengingat dalam perjalanannya ke
India, Yesus pernah tinggal dan belajar dari para brahmana di wilayah
Jagannath Puri, di Propinsi Orisa dan juga di kota Benares. Di
Jagannath Puri, terdapat mandir/kuil Jagannath yang tersohor diseluruh
India yang di dalamnya dilakukan pemujaan terhadap murti Sri Krisha,
Balarama dan Subhadra secara besar-besaran.

Dalam dokumen berbahasa Pali yang tersimpan di vihara Hemis itu,
diceritakan bahwa : "Para brahmana mengajari Isa untuk membaca dan
mempelajari Weda, cara menyembuhkan penyakit melalui doa, cara
mengajarkan dan menjelaskan kitab suci, cara mengusir roh jahat yang
merasuki tubuh manusia, dll. Isa menghabiskan waktunya selama 6 tahun
di Jagannath, Rajegriha, Benares, dan kota-kota suci lainnya. Semua
menyayangi Isa, karena ia hidup berbaur dengan para vaisya dansudra
dan mengajari mereka kitab suci. Namun golongan brahmana dan ksatria
di kota itu yang telah merosot moralnya mengatakan bahwa Tuhan tidak
mengijinkan para vaisya dan sudra untuk mendengarkan ajaran Weda.
Karena itulah para brahmana itu meminta Isa untuk meninggalkan
golongan yang dianggap rendah itu, dan mengajak Isa untuk memuja Tuhan
para brahmana saja.

Namun Issa tidak mengindahkan para brahmana itu, ia tetap datang
kepada para sudra, dan mengajak mereka menentang para brahmana dan
ksatria yang menyimpang dari ajaran Weda itu. Yesus mengatakan bahwa :
'Pada Hari Pengadilan nanti, para waisya dan sudra akan diampuni
dosanya karena kebodohan mereka. Tetapi, Tuhan akan menghukum mereka
yang terlalu sombong dengan hak-hak yang dimilikinya (brahmana).

"The Vaisyas and the Soudras were struck with admiration, and demanded
of Issa how they should pray to secure their happiness. 'Do not
worship idols, for they do not hear you; do not listen to the Vedas,
where the truth is perverted; do not believe yourself first in all
things, and do not humiliate your neighbor. Help the poor, assist the
weak, harm no one, do not covet what you have not and what you see in
the possession of others.'"

Artinya : "Para vaisya dan sudra mengagumi ajaran-ajaran mulia itu dan
bertanya kepada Isa bagaimana seharusnya mereka berdoa untuk
memperoleh kebahagiaan. Isa menjawab "Jangan memuja berhala, karena
berhala tidak bisa mendengar; jangan mendengarkan ajaran Weda, karena
kebenarannya telah diputar balik; jangan mempercayai dirimu sendiri
dalam segala hal; jangan menghina tetanggamu. Bantulah orang miskin,
tolonglah orang yang lemah, jangan menyakiti orang lain, jangan iri
terhadap milik orang lain yang tidak engkau miliki."

Demikianlah, pada akhirnya Yesus dipaksa untuk meninggalkan kota
Jagannat Puri oleh para brahmana yang marah karena Yesus (Isa)
mengajarkan ajaran agama kepada kasta yang lebih rendah. Oposisi dari
para brahmana kasta itu begitu kuatnya, hingga akhirnya Yesus harus
kembali pulang ke tanah kelajirannya, saat ia berusia 29 tahun. Di
sana, Ia kemudian memulai kegiatannya mengajarkan, dan sejak itulah
Injil mulai kembali mencatat kehidupan dan kegiatan pengajaran Yesus.

Sejak penerbitan buku oleh Notovitch itu, banyak orang-orang penting
yang datang langsung ke Vihara Hemis itu, dan berhasil melihat secara
langsung dokumen yang menghebohkan itu. Mereka kemudian menerbitkan
buku dengan tema serupa antara lain : Jesus died in Kashmir (Andreas
Faber-Kaiser, London, 1977) Jesus in Rome (Robert Graves & Joshua
Podro, London, 1957); The Myth of the Cross (AlHaj A.D Ajijola,
Lahore, Pakistan, 1975) dan banyak buku lainnya. Buku-buku itu
menyajikan bukti-bukti bahwa sesungguhnya Yesus tidak meninggal di
tiang salib lalu 'bangkit' kembali. Yesus pergi ke India tersebut
menjadi perdebatan yang tidak habis-habisnya. Sampai akhirnya pada
tahun 1978, diselenggarakanlah "First International Conference on the
Deliverance of Jesus Christ from the Cross" (Konferensi Dunia Pertama
tentang Pembebasan Kristus dari Tiang Salib) yang diselenggarakan pada
tanggal 2 s/d 4 Juni 1978 bertempat di Commonwealth Institute
Kensington High Street, London, Inggeris. Berdasarkan bukti dalam
Injil maupun penelitian arkeologi dan laboratorium - para pembicara
menyatakan bahwa Yesus memang tidak meninggal ketika di salib. Banyak
bukti yang menunjukkan bahwa setelah peristiwa "kebangkitan Yesus"
itu, sesungguhnya Yesus pergi ke Kashmir sampai akhirnya meninggal
dunia di sana.

Selain naskah berbahasa Pali di atas, para sarjana semakin yakin
dengan kebenaran bahwa Yesus pernah datang ke India setelah mereka
membaca ramalan tentang Issa dalam kitab Bhavisya Purana. Bhavisya
Purana, menurut para ahli disusun pada sekitar tahun 115 M oleh Rsi
Suta. Dalam kitab Bhavisya Purana itu, dalam bagian Pratisarga Parva,
Khanda 3, ayat 16-33 disebutkan tentang pertemuan antara Maharaja
Shalivahana dengan Issa di Srinagar, India. Selengkapnya, uraian
tersebut adalah sebagai berikut : "Shalivahan, cucu Vikrama Jit
akhirnya mengambil alih pemerintahan. Beliau mengalahkan gerombolan
penyerang dari Cina, Parthian, Scythians dan Bactrians. Raja
Shalivahan membangun tembok pembatas antara para Arya dengan para
mleccha (non-Hindu), dan memerintahkan orang-orang mleccha itu untuk
berdiamdi pinggiran wilayah India.

Suatu hari, raja Shalivahana, pemimpin kaum Sakhya, pergi ke Himalaya.
Di sana, di wilayah bernama Hun (= Ladakh, bagian dari kerajaan
Kushan) raja yang perkasa itu bertemu seseorang yang duduk di atas
sebuah bukit, yang tampak sangat saleh. Kulitnya cerah, dan mengenakan
pakaian putih-putih. Raja Shalivahan bertanya kepada orang suci itu,
dan yang ditanya menjawab : "Saya dikenal sebagai Anak Tuhan , lahir
dari seorang perawan, aku adalah pemimpin orang-orang yang tidak
percaya kepada Tuhan, berusaha keras mencari kebenaran sejati."

Sang Raja bertanya lagi : "Apa agama Anda?" Orang itu menjawab :
"Wahai Raja, saya berasal dari negeri asing, dimana tidak ada lagi
kebenaran di sana dan kejahatan merajalela. Di tanah orang-orang yang
tidak beriman, aku muncul sebagai Al-Masih. Namun raksasa Ishamasi
menjelmakan dirinya dalam bentuk orang-orang biadab yang mengerikan;
saya dibuang oleh orang-orang biadab itu.... Wahai Raja, dengarlah
olehmu, agama yang aku bawa kepada orang-orang yang tidak percaya itu
: setelah menyucikan hati dan pembersihan badan yang tidak suci, dan
setelah mencari perlindungan dalam doa kepada Naigama, manusia akan
berdoa kepada Dia Yang Kekal. Melalui jalan keadilan, kebenaran,
meditasi, dan penyatuan jiwa, manusia akan menemukan jalan untuk
mencapai Isa ditengah-tengah cahaya. Tuhan, seteguh matahari, pada
akhirnya akan menyatukan seluruh jiwa yang mengembara dalam diri
Beliau. Wahai Raja, dengan demikian, Ishamasi akan dihancurkan, dan
wujud Isa yang penuh kebahagiaan, pemberi kebahagiaan, akan bersemayam
selamanya di dalam hati; dan saya disebut Masehi (Imam Mahdi) ..."

Perhatikan bahwa dalam percakapan itu, Yesus memperkenalkan diri
dengan sebutan Issa. Sebutan itu pulalah yang digunakan dalam naskah
berbahasa Pali yang tersimpan dalam vihara Buddha yang ditemukan oleh
Nicolas Notovitch itu. Juga perlu dicatat, bahwa dalam Al-Quran, nama
Yesus lebih dikenal dengan sebutan Nabi Issa.

Hal yang mengagumkan dari uraian di atas adalah bahwa Jesus disebut
dengan nama Isa, yaitu sama dengan penyebutan nabi itu dalam Al-Quran.
Namun, Bhavisya Purana ditulis jauh beratus-ratus tahun sebelum
Al-Quran diwahyukan. Bahkan, ciri-ciri agama Islam dan kemunculan Nabi
Muhammad juga telah diramalkan dalam Bhavisya Purana ini. Kami telah
membahas mengenai ramalan Nabi Muhammad itu dalam buletin ini edisi
sebelumnya.

Terlepas dari kontroversi itu, ada hal yang perlu kita catat sebagai
penganut Weda. Bahwa Weda adalah sebuah buku pengetahuan spiritual
tertua di dunia, yang paling komprehensif dan lengkap. Bukti adanya
ramalan Yesus, Sang Buddha, dan Nabi Muhammad, serta ciri-ciri ajaran
mereka dalam kitab Bhavisya Purana, Bhagavata Purana, dan lain-lain
menunjukkan bahwa ajaran Weda bersifat universal. Ajaran Weda tidak
dimaksudkan hanya untuk golongan tertentu, sebagaimana yang sering
terjadi dalam kitab-kitab yang lebih muda usianya.

Ajaran-ajaran Weda adalah Sanatana Dharma yang kekal, yang selalu
relevan sepanjang jaman. Dan setiap kali terjadi penyimpangan terhadap
dharma tersebut, Tuhan akan mengirimkan utusan-Nya atau bahkan
menjelma sendiri (ber-avatar) untuk memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan tersebut. Dalam terminologi Weda,
kepribadian Yesus, Nabi Muhammad, dan Sang Buddha disebut sebagai
Sakhtyavesya Avatara. Artinya, beliau-beliau adalah manusia yang
diberi kekuasaan dan kemampuan khusus (empowered) oleh Tuhan untuk
melakukan misi-misi rohani tertentu di bumi ini. Dalam menyampaikan
ajaran-ajarannya, utusan-utusan Tuhan itu akan menyampaikan amanat
rohani Tuhan dengan mempertimbangkan latar belakang moral umat yang
diajarinya. Seberapa mendalam ajaran yang disampaikan, akan sangat
tergantung pada sejauhmana umat mau menerima dan mampu memahami
ajaran-ajaran itu. Sebagai contoh, ketika mengajarkan kepada para
vaisya dan sudra di Jagannath Puri, India, Yesus mengajarkan agar
mereka tidak memuja berhala, tidak mendengar dan menerima ajaran Weda,
karena kebenarannya telah diputarbalikkan. Latar belakang larangan itu
adalah ulah para brahmana kasta pada masa itu yang menyimpangkan
ajaran-ajaran Weda untuk kepentingan mereka sendiri.

Padahal pemujaan kepada Krishna di Kuil Jagannath Puri itu bukanlah
pemujaan berhala. Ia adalah salah satu bentuk sembahyang kepada arca
atau murti Tuhan yang dibenarkan menurut Weda. Salah satu tradisi
pemujaan itu adalah adanya Ratha Yatra Festival, dimana setiap tahun
pada sekitar bulan Juli arca-arca Jagannath, Baladev dan Subhadra
diarak dijalan-jalan di kota Jagannath Puri dengan menggunakan kereta
berukuran besar, dan orang-orang Hindu mengikuti festival itu dengan
penuh semangat. Saat ini, perayaan Ratha Yatra seperti itu telah
dirayakan secara besar-besaran di kota-kota besar di dunia, seperti
New York, Sidney, Montreal, London, dll setelah diperkenal ke dunia
Barat oleh A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada pada tahun 1960-an.
Sejak tahun-tahun itu, jutaan orang Barat yang tadinya adalah pemuja
Kristus, setelah mendalami ajaran Bhagavad-gita, beralih menjadi
pemuja Sri Krishna, penyabda Bhagavad-gita. Mengapa demikian? Karena
banyak pertanyaan mendasar mengenai Tuhan dan sifat-sifat-Nya, yang
tidak mereka temukan jawabannya secara memuaskan dalam Injil dan kitab
lainnya.

Satu hal yang perlu dicatat adalah fakta bahwa Yesus mengajarkan di
Yerusalem selama tiga setengah tahun. Beliau mengajarkan dasar-dasar
moralitas dalam bentuk Sepuluh Perintah, diantaranya : jangan memuja
berhala, jangan membunuh, jangan berjinah, jangan mencuri, jangan
menginginkan milik orang lain. Namun, baru sejauh itu Yesus
menyampaikan ajaran Beliau, umat saat itu sudah menentangnya dengan
keras. Bahkan Yesus akhirnya harus menerima fitnah, dan dihukum salib.
Bisakah Anda membayangkan, bagaimana mentalitas dan moralitas orang
orang yang harus dihadapi oleh Yesus pada waktu itu? Oleh karena itu,
kita dapat memahami mengapa banyak konsep-konsep ajaran dalam Weda
yang tidak terdapat dalam Injil. Atman, karma, reinkarnasi dan moksa,
yang merupakan konsep-konsep yang sangat jelas diuraikan dalam Weda,
tidak ditemukan secara explisit dalam kitab suci lainnya. Mengapa??
Dalam Injil, Yesus sendiri memberikan jawabannya :

"I have many things to say unto you, but your ears cannot bear them
yet" Artinya "Sesungguhnya banyak hal yang hendak Aku sampaikan
kepadamu, tetapi telingamu belum mampu mendengarnya "(Johannes 16.12).
Berkaitan dengan itu, Yesus juga menyatakan : "If you do not believe
when I tell you of material things, how you will believe when I tell
you of spiritual things? (Kalau kalian bahkan tidak percaya ketika Aku
mengatakan hal-hal duniawi, bagaimana mungkin kalian akan mempercayai
hal-hal spiritual yang Aku sampaikan?") (Johannes 3.12) . Bagaimana
Yesus akan menyampaikan pengetahuan spiritual yang lebih tinggi, kalau
baru mengajarkan dasar-dasar moralitas saja sudah dihukum salib?
Sedangkan dalam Bhagavad-gita (7.2) Sri Krishna bersabda : "Sekarang
Aku akan menyatakan pengetahuan ini kepadamu secara keseluruhan, baik
yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Dengan menguasai
pengetahuan ini, tidak akan ada hal lain lagi yang belum engkau
ketahui."

Dan jutaan orang di dunia membuktikan hal itu. Dan dalam Bhagavad-gita
(14.4) Sri Krishna menyatakan bahwa "Aku adalah ayah semua makhluk
hidup". Jadi ketika Yesus berdoa "Bapa kami yang di surga, ...
dimuliakanlah nama-Mu..." siapa yang bisa menyangkal bahwa Kristus
sedang berdoa kepada ayah-Nya, Sri Krishna?

Banggalah menjadi Hindu! Mari bersama kami mempelajari dan mengamalkan
ajaran Weda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar